BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara
historis agama Buddha lahir dan berkembang dilingkungan agama Hindu di India. Pada
awalnya upacara keagamaan (ritual) sebagaimana yang dianjurkan kitab-kitab Weda
tidaklah mendapat tempat dalam pandangan agama Buddha. Hal ini dapat dimengerti
karena upacara keagamaan (ritual) yang dimaksud tidak dapat dilepaskan dari
pengorbanan.
Upacara
keagamaan tersebut menurut pemikiran aliran Sankhya dinilai memiliki tiga
kelemahan; tidak murni karena banyak mengorbankan (menyembelih) binatang
korban, menghancurkan kehidupan mahluk, dan mendorong perasaan lebih superior
dan inferior. Dalam sejarah keagamaan India Bhagavagita memberikan arah kepada
filsafat agama Hindu. Dasar dari Gita terletak pada filsafat tingkah laku dan
pemujaan kepada Vasudeva Krisna.
Masyarakat
awam sebagai suatu kelompok atau kelas masyarakat beragama Buddha yang lahir
sekitar satu abad setelah wafatnya Buddha, hal-hal pokok untuk dapat
terbentuknya masyarakat awam dalam agama Buddha adalah belindung kepada
Triratna yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha, melaksanakan pancasila, dan
mendengarkan khotbah Dhamma.
Agama
Buddha sebagaimana terlihat dari Pali Nikaya keseluruhannya didasarkan pada
prinsip-prinsip sila. Tujuan yang diajarkan Buddha adalah menghentikan
penderitaan (Dukkha). Kebebasan tersebut diperoleh bukan melalui doa atau
pemujaan, melainkan tingkah laku yang benar dan bijaksana.
Pembebasan
didapatkan tergantung dari pengabdian dan kekhusukan orang yang berdoa. Hal
yang demikian tidak kita dapatkan pada awal agama Buddha. Apa yang dinasehatkan
oleh Buddha sebelum wafat adalah tetap berpegang pada Dhamma dan Vinaya.
Mengenai peristiwa ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi evolusi
dari pandangan asli agama Buddha Mahayana sebagai pengaruh agama Hindu selama
berabad-abad.
Pandangan
Mahayana menjadi populer dengan aspek-aspek pengabdian (bakti) mengikuti
tradisi Hindu. Satu hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dalam pandangan
Mahayana, para Bodhisatva senantiasa bersemayam dalam orang-orang yang berbuat
baik dan memberikan pahala kepada mereka yang didalam hatinya berkembang Bodhi
(ke-Buddha-an).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang penyusun dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengaruh agama Hindu terhadap agama Buddha?
2. Bagaimana
sejarah agama Buddha dan agama Hindu?
3. Mengapa
upacara keagamaan (ritual) yang dianjurkan kitab-kitab Weda tidak mendapat
tempat dalam pandangan agama Buddha?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui
dan mengerti tentang Lintasan Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu. Dan memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas pada umum dan umat Buddha pada khususnya.
Dengan menbaca hasil makalah ini pembaca dapat menjelaskan apa itu Lintasan
Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu sehingga pembaca dapat menularkan
pengetahuannya yang didapatkan kepada orang lain.
D.
Manfaat
Memberikan
wawasan dan pemahaman kepada pembaca tentang Lintasan Sejarah Agama Buddha dan
Agama Hindu setelah membaca hasil makalah ini. Dan dapat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
AGAMA BUDDHA
Buddha
adalah hasil perenungan Sidharta Gautama yang kemudian dikenal sebagai Buddha. Buddha
Lahir 563 S.M. dari Raja Sudhodana kerajaan Kosalla di Kapilawastu. Tahun 531
Sidharta Gautama mendapatkan pencerahan dari hasil perenungan dan pengalamannya.(yang
akhirnya dinamakan sang Buddha /Orang yang tercerahkan).
Ajaranya dinamakan Trsna (menindas nafsu) dengan cara 8 jalan (astavidha)dan Triratna. Kitab sucinya: Tripitaka, yang terdiri dari:
Ajaranya dinamakan Trsna (menindas nafsu) dengan cara 8 jalan (astavidha)dan Triratna. Kitab sucinya: Tripitaka, yang terdiri dari:
-
Winayapitaka
-
Sutrantapitaka
-
Abdidarmapitaka.
Buddha mencapai
puncaknya pada masa kekuasaan Raja Ashoka (273- 232 S.M.)
Dalam perkembangannya budha menjadi 2 aliran yaitu :
Dalam perkembangannya budha menjadi 2 aliran yaitu :
1.
Mahayana (kendaraan besar) : harus memikirkan orang
lain / bersikap terbuka.
2.
Hinayana (kendaraan kecil) :pentingnya diri sendiri
untuk mencapai nirwana /bersikap tertutup.
B. SEJARAH
AGAMA HINDU
Sejarah Agama Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah (iran/persia/afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan mendesak penduduk asli yaitu suku Dravida. Bangsa /suku Arya bergerak terus dan menyebar kearah tenggara dan memasuki daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah tersebut terjadilah asimilasi budaya yang akhirnya melahirkan kebudayaan Hindu/sindu. Kata Hindu berasal dari kata Sindu/ Sind. Dimana kebudayaan Arya dan Dravida telah menyatu, dilafalkan dalam bahasa persia sebagai Hindi, dan Orang latin /yunani menamainyaIndi/India. Kepercayaan bangsa /suku Hindi/ hindu adalah Polytheisme (menyembah banyak Tuhan/ dewa). Namun pada dasarnya mereka menyembah 3 dewa utama yang disebut Trimurti, yaitu : Brahmana (pencipta alam semesta), Wisnu (pemelihara alam), dan Syiwa (menguasai kematian ,kehancuran dan peleburan).
Kitab yang dibuat oleh para resi (Mahaguru) bangsa Hindu dinamakan Weda/Veda. Yang terdiri dari Reg weda, Samaweda, Yay(j)urweda, Atharweda. Yang intinya berupa syair syair atau doa-doa serta pujian pada sanghyang widi.
Inti ajarannya yaitu bahwa manusia dalam keadaan samsara sebagai akibat perbuatan pada masa lalunya. Manusia harus ber-reinkarnasi untuk memperbaiki hidup dan mencapai Moksa dan masuk nirwana.
Kehidupan masyarakatnya menganut 5 bagian kasta yaitu:
1.
Brahmana : Para pemimpin agama/ biksu
2.
Ksatria : Para raja dan bangsawan
3.
Waisya : Para pengusaha /pedagang
4.
Sudra : Para petani dan pekerja kasa
5.
Paria
:Gelandangan, pengemis dsb.(orang orang yang hina)
Secara
historis agama Buddha lahir dan berkembang dilingkungan agama Hindu di India.
Mengenai hai ini Ny.Rhys Davids Pada
awalnya upacara keagamaan (ritual) sebagaimana yang menyatakan bahwa ajaran
Buddha tidaklah bertentangan dengan ajaran Upanishad yang mengajarkan kitab-kitab Weda tidaklah mendapat tempat
dalam pandangan agama Buddha. Hal ini dapat bahwa Brahman memancar pada setiap
pribadi (individu). Apa yang ditolak oleh Buddha adalah existensi dari
pandangan tentang jiwa. dimengerti karena upacara keagamaan (ritual) yang
dimaksud tidak dapat dilepaskan dari pengorbanan.
Upacara
keagamaan tersebut menurut pemikiran aliran Sankhya dinilai memiliki tiga
kelemahan; tidak murni karena banyak mengorbankan (menyembelih) binatang
korban, menghancurkan kehidupan mahluk, dan mendorong perasaan lebih superior
dan inferior. Dalam sejarah keagamaan India Bhagavagita memberikan arah kepada
filsafat agama Hindu. Dasar dari Gita terletak pada filsafat tingkah laku dan pemujaan
kepada Vasudeva Krisna. Masyarakat awam sebagai suatu kelompok atau kelas
masyarakat beragama Buddha yang lahir sekitar satu abad setelah wafatnya
Buddha, hal-hal pokok untuk dapat terbentuknya masyarakat awam dalam agama
Buddha adalah belindung kepada Triratna yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha,
melaksanakan pancasila, dan mendengarkan khotbah Dhamma. Agama Buddha
sebagaimana terlihat dari Pali Nikaya keseluruhannya didasarkan pada
prinsip-prinsip sila. Tujuan yang diajarkan Buddha adalah menghentikan
penderitaan (Dukkha). Kebebasan tersebut diperoleh bukan melalui doa atau
pemujaan, melainkan tingkah laku yang benar dan bijaksana.
Pembebasan
didapatkan tergantung dari pengabdian dan kekhusukan orang yang berdoa. Hal
yang demikian tidak kita dapatkan pada awal agama Buddha. Apa yang dinasehatkan
oleh Buddha sebelum wafat adalah tetap berpegang pada Dhamma dan Vinaya.
Mengenai peristiwa ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi evolusi
dari pandangan asli agama Buddha Mahayana sebagai pengaruh agama Hindu selama
berabad-abad. Pandangan Mahayana menjadi populer dengan aspek-aspek pengabdian
(bakti) mengikuti tradisi Hindu. Satu hal yang penting untuk diperhatikan bahwa
dalam pandangan Mahayana, para Bodhisatva senantiasa bersemayam dalam
orang-orang yang berbuat baik dan memberikan pahala kepada mereka yang didalam
hatinya berkembang Bodhi (ke-Buddha-an).
1) Bhagavadgita dan Bakti
Bhagavadgita
diperkirakan bermula dari Upanishad dan mencapai puncaknya pada sekitar
kelahiran ajaran Buddha dan Jaina. Kedua ajaran ini berkembang dengan pesat
bersamaan dengan perkembangan Bhagavadgita. Bhagavadgita adalah tonggak sejarah
dalam sejarah pemikiran agama filsafat yang spekulasif. Dasar-dasar ajaran dari
Gita adalah filsafat laku (philosophy of action) serta pemujaan kepada Vesudeva
Krisna. Hal ini memberikan gambaran bahwa penyusun Gita ingin mengajak masyarakat meninggalka
masyarakat meninggalkan pemikiran lain yang dapat mengotori masyarakat. Buddha
juga menantang para sramana sebagai pemikir diluar Weda serta menekankan Sila.
Perbedaan dengan Gita maka Buddha bersikap diam dalam masalah-masalah ketuhanan
(theistik).
Gita
menyebutkan Yogasastra dari Yogesvara. Namun Yoga disini bukanlah sistematik
filsafat serta gipergunakan dalam banyak pengertian. Kadang berari abstraksi
mental, kadang berarti keseimbangan batin dan juga sebagai sikap mental apabila
segala sesuatu diabadikan kepada Tuhan. Dalam Gita digambarkan Sri Kresna
(penjelmaan Dewa Vishnu) berdiri dihadapan Arjuna dan menyatakan kesiap-siagaan
menyelamatkan diri dari angara murka. Pesan abadai itu terasa sangat mendalam
oleh masyarakat Hindu. Masih banyak kesimpangsiuran karena ada yang berpendapat
yang menyatakan bahwa Gita adalah produk pasca Buddha dan karenanya berisi pula
pokok pikiran Buddha.
2) Varna,
Asrama dan Masyarakat Buddhis
Pembagian
masyarakat berdasrkan 4 varna (brahmana, ksatria, weisya dan sudra) berakar
dari jaman Weda. Pembagian itu menurut para ulama Hindu semula berdasarkan atas
kelahiran dan bukan tingkat sosial atau status masyarakat. Buddha dalam
khotbahnya mengkritik keadaan masyarakatnya. Buddha manyanggah kedudukan para
Brahmana sebagai sebagai pemegang monopoli dalam peningkatan keadaan spritual
atau batin seseorang maupun dalam mencapai pembebasan.
Agama
Hindu mengajarkan bahwa hidup manusia itu terdiri dari 4 tingkat hidup (asrama)
yang harus dijalani seorang laki-laki sejak lahir hingga usia tua; (1)
Brahmacarya (tahap menjadi siswa), (2) Srhastha (tahap menjadi kepala rumah
tangga), (3) Wanaprastha (menyepi dihutan, merenungkan hsl-hsl yang bersifat
rohani) dan (4) Saannyasa (tahap penyangkalan, meninggalkan segala sesuatu,
mengembara, sebagai pengemis/peminta-minta dan mempelajari Upanishad).
Mengenai
hal ini dari peraturan kebhikkhuan yang ditetapkan oleh Buddha bahwa untuk menjadi bhikkhu Sangha
tidak perlu seseorang harus menunggu suatu tingkat tertentu sebagai yang
terdapat dalam sistem asrama agama Hindu. Demikian pula kehidupan berumah
tangga tetap dapat dimiliki oleh seseorang yang melaksanakan tingkat terakhir
(Sannyasa). Namun hal ini harus ditinggalkan sama sekali oleh seorang Bhikkhu.
3) Mahayana
dan Bakti
Seluruh
sistem Pali Nikaya didasarkan pada sila atau prinsip-prinsip etika. Seseorang
dalam mencapai pembebasan sepenuhnya tergantung pada usaha yang dilakukannya
dan bukan melalui doaatau pemujaan, melalui pemajuan-pemajuan batin yang benar
serta kebijaksanaan. Dari segi ini dapat dikatakan bahwa ajaran Buddha adalah
ajaran pembebasan dengan laku. Buddha mempunyai hubungan yang dekat dengan para
siswa sebagai Sakyamuni Buddha yang merupakan Guru (Satta).
Naskah-naskah
agama Buddha yang mulai ditulis 3 atau 4 abad kemudian memperlihatkan perubahan
dari konsep aslinya. Mahayana memandang Buddha menurut pandangan baru sebagai
perwujudan yang dikirim ke dunia oleh Adi Buddha untuk mengajarkan Dharma dan
menyelamatkan manusia dari keangkamurkaan. Buddha mulai dipuja agar dapat
membimbing kearah pembebasan. Kitab-kitab Saddharmapundarika, Gandavyuha dan
sutra-sutra lain melukiskan tentang hal ini. Sejak itu usaha mencapai pembebasan
berdasarkan pada bhakti dan kebhaktian seseorang.
Mengenai
pergeseran pemikiran tersebut oleh sementara sarjana diasumsikan karena
pengaruh Hindu yang hidup berdampingan selama berabad-abad. Pandangan Mahayana
menjadi populer dan bertambah kuat justru karena aspek kebhaktian. Sebagaimana
diketahuin dalam pandangan Mahayana Boddhisatva menjadi ikut berperan untuk
mewujudkan hal-hal yang baik berupa perbuatan menolong pihak atau orang lain
dan menumbuhkan keadaan batin dengan
membangun unsur Boddhi.
4) Pandangan
Advaitisme
Agama
Buddha Mahayana terdiri dari dua pandangan pokok falsafah;
a)
Madyamika
Filsafah
Madyamika disistimatisir oleh Nagarjuna.salah seorang pemikir besar dari India.
Apabila Buddha mengambil jalan tengah (Majjhima
Patipada) serta menghidari dua pandangan ekstrim untuk mencapai tujuan.
Maka Nagarjuna menafsirkan tengah (madya-mika) untuk mencapai tujuan pembebasan
dengan mendasarkan kepada prajna (kebijaksanaan), yaitu pengetahuan tertinggi
yang diperoleh dari memahami hakekat segala sesuatu yaitu Sunyata.
Bagi
Nagarjuna, Sunyata adalah kata lain
dari “paticcasamuppada” (hukum sebab
musebab yang saling bergantungan). “Sarvam
sunyam” yang mempunyai pengertian bahwa segala sesuatu adalah Sunya
(kosong, hampa, tanpa isi). Prinsip dasar pandangan filsafat Nagarjuna
yang lain adalah atativada, yaitu
teori tidak tergantung pada sebab pada sebab yang mendahuluinya (non-orginated) dan juga tidak dapat
dihancurkan (understroyed).
Sebagai
contoh dapat dikemukakan bahwa Gaudapada, seorang tokoh dari lima aliran
Advaitisme (Hindu), begitu terpengaruh oleh metode argumentasi dari Nagaruna.
Baik Madyamika maupun Advaita memiliki pandangan bahwa dunia luar bukan sebagai
nyata. Argumen-argumen yang dikemukakan oleh Nagarjuna juga dipakai oleh Gaudapada
untuk mempertahankan pandangannya.
b)
Yogacara
Adalah
kelompok penting kedua dalam Mahayana yang lebih menekankan kepada masalah
batin (mental). Kelompok ini tidak mengajukan keberatan apapun mengenai teori
tidak bergantung (non origination), meskipun baik Madyamika maupun Yogacara
berpendapat bahwa dunia ini tidak nyata. Seperti halnya Madyamika dan Gogacara,
maka pandang Advaita
(Hindu)
juga menerima ajaran maya. Seorang tokoh terkemuka dari Advaita yaitu Sankaracarya,
mempergunakan senjata teori illusi ini dalam menghadapi lawan pandangan yang
berdasar pada realitas yaitu kelompok-kelompok Naiyayika dan Vaisesika.
5) Budha
sebagai Avatara
Pandangan
bahwa batin tertinggi bermanivestasi dalam segala macam bentuk telah mendorong
terbentuk suatu pandangan pemikiran bahwa Tuhan yang satu dapat
diidentifikasikan terdapat di dalam segala sesuatu di alam semesta. Pandangan
ini juga mendorong lahirnya penjelmaan
yaitu Avatara. Avatara adalah penjelmaan Tuhan yang bertindak sebagai
manusia dengan memiliki mujizat yang dimiliki oleh Tuhan. Mengenai Avatara ini
banyak disebut dalam kitab-kitab Mahabhrata dan Purana.
6) Reformasi
Sosial
Sejak
upasaka/upasika diakui sebagai warga dari masyarakat yang beragama Buddha. Hal
ini kemudian mempengaruhi sistem sosial maryarakat Hindu yang berdasarkan
kasta. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Hindu yang disebabkan
Ajaran Buddha ini telah dimanfaatkan tokoh-tokoh gama Hindu untuk memperbaiki
keadaan masyarakat yang pincang dengan adanya sistem kasta.
Tokoh-tokoh
agama Hindu seperti Vemana (penulis) dan Basava (pembaharu) melaksanakan
gerakan untuk menghapuskan sistem kasta. Mereka mendirikan aliran Virasaiva
yang dikenal sebagai Lingayat yang sama sekali menentang superioritas
masyarakat Brahmana. Guru-guru pemimpin agama juga mempergunakan azas persamaan
derajat yang diperkenalkan dari ajaran Buddha untuk dilaksanakan dalam agama.
Hal ini dilakukan misalnya oleh Kabir (penyair), Guru Nanak.
7) Makanan
Sayuranis (Vegetarianism)
Buddha
tidaklan melarang para Bhikkhu untuk tidak memakan daging. Yang diajarkan
adalah menasehati mereka untuk menghindari makan (daging) yang khusus
disembelih untuk menghormati seorang. Raja Asoka adalah yang memproklamirkan
dalam masa pemerintahannya untuk melindungi kehidupan binatang dan menghimbau
rakyat untuk menghindarkan penyembelian binatang untuk hal yang tidak berguna
dan upacara agama.
Para
membaharu agama Hindu dan Jaina banyak menaruh dukungan terhadap kebijaksanaan
Raja Asoka. Bahkan 3-4 abad kemudian, pada pemerintahan Raja Harsa Vardhana
masih dirasakan pengaruh larangan untuk membunuh binatang untuk upacara agama.
Faktor lain mendorong larangan sama sekali untuk makan daging dalam lingkungan
agama Buddha dan menekankan pada makan sayuranis (Vegetarianis) adalah pengaruh
aliran Bhakti dari agama Hindu, dimana pandangan bahwa Tuhan dijumpai dalam
segala sesuata dan dalam segala sesuatu ada Tuhan. Pandangan ini secara ekstrim
menghindari pembunuhan binatang dan merusak tanaman.
Dr.S.
Radhakrishnan dalam kitabnya “Filsafal India” menyatakan bahwa ajaran Buddha
telah meniggalkan bekas yang tidak dapat dihapuskan dalam kebudayaan India.
Ajaran Hindu telah banyak mengambil hal yang baik mengenai Sila. Suatu
penghargaan pada kehidupan, perlakuan yang baik kpada binatang, suatu tanggung
jawab dan usaha meningkatkan nilai kehidupan telah membawa pemikiran India
dengan kekuatan yang baru. Rasa teriama kasih perlu diberikan kepada ajaran
Buddha, dengan pengaruh itu maka sistem ajaran Brahmana memperoleh perlingungan
untuk sebagian Syiwa Buddha di Indonesia ajaran-ajarannya yang tidak tepat
untuk kemanusia.
Mengenai
hubungan agama Hindu dan Buddha yang terjadi pada abad 13 di indonesia
menunjukan hal yang khusus. Di India sebelum abad 8 pernah ada pandangan bahwa
Buddha adalah Avatara Dewa Wisnu. Hal ini dapat disimpukan bahwa ajaran Buddha
adalah sekte agama Buddha. Tetapi perkembangan yang terjadi di Jawa Timur, dari
kutb-kitab agama Buddha yang ada kita menjumpai pengertian baru dalam istilah
“Syiwa-Budha” yang mempunyai pengertian yang bersifat theistik, dimana pada
tingkat yang tinggi yang dapat dipikirkan manusia hakiki dari Syiwa maupun
Buddha itu adalah satu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Buddha adalah hasil perenungan
Sidharta Gautama yang kemudian dikenal sebagai Buddha. Sedangkan Sejarah Agama
Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah
(iran/persia/afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan
mendesak penduduk asli yaitu suku Dravida. Bangsa /suku Arya bergerak terus dan
menyebar kearah tenggara dan memasuki daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah
tersebut terjadilah asimilasi budaya yang akhirnya melahirkan kebudayaan
Hindu/sindu.
Mengenai
hubungan agama Hindu dan Buddha yang terjadi pada abad 13 di indonesia
menunjukan hal yang khusus. Di India sebelum abad 8 pernah ada pandangan bahwa
Buddha adalah Avatara Dewa Wisnu. Hal ini dapat disimpukan bahwa ajaran Buddha
adalah sekte agama Buddha. Tetapi perkembangan yang terjadi di Jawa Timur, dari
kutb-kitab agama Buddha yang ada kita menjumpai pengertian baru dalam istilah
“Syiwa-Budha” yang mempunyai pengertian yang bersifat theistik, dimana pada
tingkat yang tinggi yang dapat dipikirkan manusia hakiki dari Syiwa maupun
Buddha itu adalah satu.
B.
Saran
Pendidikan
sangatlah penting apalagi pada zaman modern saat. Dengan pendidikan seseorang
dapat merubah daya pikir dan memiliki keterampilan sesuai dengan bidang
masing-masing. Setelah pembaca membaca hasil makalah yang tentunya masih banyak
kekurang ini tentunya memiliki sedikit gambaran tentang Lintasan Sejarah Agama
Buddha dan Agama Hindu sehingga dapat ditularkan kepada masyarakat pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi,
kanya Dewi. 2003 sejarah perkembangan agama buddha: penerbit: CV. Dewi kanya abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar