REFFLEKSI KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA DALAM
PENDEKATAN AGAMA BUDDHA
Oleh : Bhikkhu Vajhiradhammo
A. Pendahuluan.
Kehidupan manusia dalam hakekatnya tidaklah hidup seorang
diri, melainkan hidup bersama-sama dengan pribadi lainya yang mempunyai agama
atau kepercayaan berbeda. Setiap hari terjadi adanya hubungan dan berkomunikasi
dengan pihak lain, baik dilingkungan tempat tinggal, sekolah ataupun dikampus,
dikantor, dipasar, direstoran, dan lain sebagainya. Singkatnya dimana manusia
berada selalu bertemu dengan orang-orang yang mempunyai agama dan kepercyaan
serta keyakinan yang berbeda. Perbedaan ini meliputi bentuk dan cara
mengungkapkannya, baik dalam bentuk gedung beribadat, cara-cara beribadat, isi
kitab suci, maupun pandangan hidup dalam menjalani hidup dan kehidupan yang
ahkirnya berkembang dan melahirkan keaneka-ragaman yang luas, dan berharga.
Seperti pada hari raya Idul Fitri umat muslim banyak yang melaksanakan sholat
Idul Fitri di mesjid-mesjid, umat kristiani dimalam Natal mengumandangkan
lagu-lagu rohani di gereja-gereja, umat Hidup merayakan Nyepi, Galungan,
Kuningan di Pura dan umat Buddha memperingati hari Waisak, Asadha bersama-sama
di vihara maupun cetiya.
Warisan sejarah demikian ini menjadikan tantangan bagi
generasi sekarang untuk memahami dan menghargai kekayaan nilai suatu bangsa,
masing-masing harus saling bertukar pikiran tentang keyakinan dan keimanan
agama lain, untuk memperluas cakrawala pandangan memahami agama dan keyakinan
sendiri. Terpenting adalah untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Masalah
kerukunan umat beragama adalah hal yang penting bagi suatu bangsa dalam
memelihara kesatuan dan persatuan bangsa. Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam
sidang tahun 1978 mengeluarkan ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang sila
Ketuhana Yang Maha Esa, yaitu; “Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Didalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama antar pemeluk-pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara sesama
umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Kerukunan beragama memang sangat dibutuhkan oleh setiap
Negara dan bangsa yang ada di dunia, terutama saat-saat ini dimana telah
terjadi tindakan-tindakan kekerasan yang mengatas-namakan suatu agama, Dr.
L.M.Joshi dari Univesitas Punjab-India menagatkan “Kerukunan antar umat
beragama, bila dan jika akan terrcapai, merupakan suatu anugerah bagi bumi ini”.
Pengembangan kerukunan beragama merupakan hal terpenting bagi terciptanya
persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk menjaga stabilitas nasional. Yang
cukup menggembirakan saat ini adalah kerukunan beragama telah terwujud dan
dirasakan berasama seluruh pelosok tanah air, para ahli dari luar negeri pun
mengakui, seperti Prof. Muh. Ayub dari Universitas Toronto, Kanada menyatakan “
Indonesia
adalah salah satu Negara yang umat beragamanya hidup rukun dan untuk
menciptakan situasi kerukunan tersebut perlu dikembangkan studi bersama
perbandingan antar agama. Pengetahuan yang serupa penting artinya karena
memungkinkan setiap umat beragama untuk saling menghargai, menghormati dan
bekerja sama dalam memciptakan kerukunan dan kesejahteraan berasama.
Buddha selalu berpesan kepada siswanya untuk selalu
menciptakan dan mengusahakan kehidupan yang penuh kerukunan dan kedamaian
diantara pemeluk agama yang lainnya. Apabila seseorang tidak dapat menguasai
dirinya dan pikirannya, sehingga terjadi perselisihan, baiknya yang berupa
perselisihan interen antar sesama umat beragama Buddha maupun perselisihan
dengan umat beragama lain, maka didalam kehidupannya tidak mendapatkan
ketenangan dan kedamaian, selalu membuat perasaan benci, marah, kesal, sedih
dan lainya. Sehingga tidak akan mempunyai waktu untuk mempraktekan dan melatih
diri. “Seorang musuh dapat melakukan apa saja terhadap lawannya, begitu juga
orang yang membenci terhadap orang yang dibencinya. Kemudian pikiran yang
diarahkan secara keliru dapat membuat seseorang menjadi lebih jahat lagi” (Dhp.
42).
Apabila direnungkan dengan baik dan tenang, maka
ketenangan dan kedamaian, yaitu dengan cara menghindari, dan menghentikan semua
permusuhan dan perselisihan. Karena semua itu sudah sering terjadi diakibatkan
oleh hal-hal yang sepele, kemudian dibiarkan terus menganjal didalam hati,
bahkan di dramatisir sedemikian rupa, sehingga berkembang dan berubah menjadi permasalahan
yang serius. Hal demikian pesan Buddha sebenarnya tidaklah terjadi, “Kemenangan
menimbulkan kebencian, sedangkan yang kalah hidup menderita. Setelah
meninggalkan kemenangan dan kekalahan, orang yang damai akan hidup bahagia”
(Dhp. 201).
B. Makna Kerukuan umat beragama.
Kehidupan masyarakat di muka bumi nusantara ini yang
serba ganda, ganda kepercayaan, kebudayaan, pola hidup sosial maupun beragama
adalah suatu tantangan dalam kehidupan generasi penerus dalam mewujudkan
kedamaian dan kerukunan bersama. Karena itu sering mendengar seruan dan ajakan
dari pemimpin Negara terhadap kaum beragama di Indonesia untuk selalu hidup rukun
dan melakukan dialog antar umat beragama. Seruan dan ajakan itu sampai pada
setiap kesempatan, suatu petunjuk yang masih dirasakan adanya suasana yang
dapat menimbulkan ketegangan hubungan antar umat beragama di satu pihak,
sedangkan dipihak yang lain masih terasa adanya keraguan.
Bangsa Indonesia
sungguh-sungguh merasa berbahagia, memiliki nilai histories tradisi yang baik
mengenai tolerasi dan kerukunan beragama. Tradisi dan kenyataan inilah yang
menguat sebagai dasar falsafah Negara pancasila yaitu “Sila Ketuhana Yang Maha
Esa yang harus dikembangkan antar hidup umat beragama. Sebagai landasan bersama
bagi semua golongan agama, pancasila mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dasar yang dapat diterima semua pihak, sedangkan pembangunan bangsa adalah
tugas nasional yang semua pihak berkewajiban melaksanakan dan mensukseskan.
Maka keduanya sebagai landasan yang harus dikembangkan kerukunan dan bahkan
kerjasama umat berbagai agama.
Situasi kerukunan tersebut harus dapat dilihat dalam
konteks perkembangan masyarakat yang sedang membangun, yang mengahadapi aneka
tantangan dan persoalan. Berarti kerukunan yang didambakan adalah suatu keadaan
yang dinamis yang merupakan bagian dari pertumbuhan masyarakat. Kerukunan hidup
beragama adalah suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup
bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban
agamanya. Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang baik dalam keadaan
rukun dan damai. Kerukunan yang dimaksudkan bukan berarti penganut agama yang
satu tidak merasa perlu atau menahan diri untuk memelihara dan melibatkan
persoalan keberagamaan dengan pihak lain. Karena kebersamaan menghendaki
tenggang rasa, yang hanya benar-benar dimungkinkan jika saling memahami.
Kerukunan hidup beragama tidak akan lahir dari sikap
fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak dan perasaan orang lain. Hal ini
tidak harus berarti kerukunan hidup beragama itu didasarkan atas sinkretisme
yang dibuat-buat, sebab hal ini hanya menimbulkan kekacauan dan merusak nilai
agama itu sendiri. Kerukunan ini hanya bisa dicapai jika masing-masing golongan
bersikap lapang dada satu sama lain. Karena menyadari bahwa masalah kehidupan
beragama merupakan masalah yang peka diantara berbagai masalah sosial dan
budaya lainya yang bisa menyangkut masalah agama. Karena kerukunan antar umat
beragama yang tercipta akan memberikan sumbangan bagi tegaknya ketahan
nasional.
Kerukunan akan bisa dicapai apabila setiap golongan
agama memiliki prinsip setuju dalam perbedaan. Setuju dalam perbedaan berarti
orang yang mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi,
keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya, menerima dan menghormati orang lain
dengan kebebasannya untuk menganut keyakinan agamanya sendiri.
C. Semangat Misionaris Buddhis.
Misionaris Buddha tidaklah selalu berlomba dengan umat agama lain
dalam mengubah orang lain yang berada diluar sana. Tidak ada misionaris biara Buddha yang
mengkotbahkan dengan pikiran yang buruk, niat buruk terhadap orang yang tidak
percaya, bertujuan merusak kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Agresi tidak
pernah disetujui dalam ajaran Buddha. Dunia telah berdarah, menangis dan cukup
menderita akan penyakit dogmatis, fanatisme agama dan intoleransi baik agama
maupun politik, orang dengan sengaja membawa manusia untuk menerima jalan hidup
mereka sendiri. Terkadang menimbulkan permusuhan yang tiada berakhir.
Buddhisme
tidak bertentangan dengan tradisi dan adat nasional, seni dan budaya maupun
kehidupan yang rukun dan damai, namun sebagai Buddhisme adalah suatu jalan
hidup yang saling berdampingan. Pesan Buddha tentang cinta kasih dan belas
kasih dalam membuka hati manusia untuk dapat menerima kebenaran. Misionaris
Buddha telah diundangkan dunia menyambutnya dengan penuh rasa hormat, dimana
Buddhisme tidak pernah ada pertumpahan darah dan maupun melalui pengaruh
penjajahan atau kekuasaan politik lainya. Buddhisme merupakan kekuatan
spiritual yang mampu mempererat sejumlah perbedaan ras, budaya, bahasa dan
moral namun bertujuan bagaimana agar setiap manusia maupun mahluk lainya
memiliki lebih banyak kedamaian, kerukunan dalam kebersamaan dan kebahagiaan melalui
praktek dhamma.
Pendekatan
misionaris Buddha adalah jaman Kaisar Raja Asoka. Pada masa kaisar Asoka
Buddhisme menyebar ke negara-negara asia dan barat. Kaisar Asoka mengutus
misionaris Buddha ke berbagai belahan dunia untuk memperkenalkan pesan Buddha
akan kedamaian. Dengan hadirnya Raja Asoka, seorang penguasa dunia yang unik,
yang menerima ajaran Buddha dan berusaha untuk mendidik rakyat India dengan
cara penyebaran ajaran Buddhis. Terutama nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalam buddhisme, berkaitan dengan kelestarian etika dalam pengendalian diri
sesuai dengan pengembangan pikiran menuju kebijaksanaan dan kemajuan mental
(citta-bhavana). Perkembangan sifat-sifat mental yang baik, seperti cinta
kasih, kasih sayang, simpati, keseimbangan batin, perhatian, dan pemusatan
kesadaran. Praktek meditasi ketenangan merupakan cara untuk memperoleh sifat
mental yang baik. “Orang yang hidup dengan gigih seperti itu, yang memiliki
prilaku yang damai, tidak sombong, benci dan selalu berusaha untuk melatih ketenangan
pikiran, untuk menciptakan kedamaian bersama, akan mencapai tahap hancurnya
penderitaan” (It. II, 37).
Misionaris
Buddha tidak diiringi nafsu untuk mengubah orang yang telah memiliki agama yang
layak untuk dijalani. Apabila orang yang telah memiliki kepuasan dengan
agamanya sendiri, maka tidak ada keperluan misionaris Buddha untuk merubah
mereka. Mereka mendukung penuh misionaris ajaran lain jika gagasannya untuk
merubah orang yang kejam, jahat dan tak beradab berjalan kearah religius.
Seperti Buddha mengalahkan Agulimala yang kejam, yang telah membunuh banyak
orang, bahkan ibunyapun akan dibunuhnya dalam melengkapi kalung jari tangan
manusia. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sepanjang mereka
benar-benar menolong orang lain untuk menjalani kehidupan yang religius,
menurut keyakinan mereka serta menikmati kedamaian dan kesejahteraan,
bersama-sama saling hidup berdampingan yang harmonis dalam setiap perbedaan
menuju kebahagiaan.
Justru
sebaliknya misionaris Buddha sangat menyesalkan tingkah laku misionaris
tertentu mengganggu pengikut agama lain yang selalu berkompetisi yang tidak
sehat. Ajaran Buddha selalu menggunakan pernyataan yang tidak berkhayal maupun
berlebih-lebihan atau penuh dengan janji-janji. Untuk menarik keinginan orang Buddha
menjelaskan sifat-sifat sejati manusia di dalam kehidupan yang sewajarnya.
D. Menciptakan kerukunan kehidupan beragama.
Kerukunan hidup beragama dalam suatu kehidupan
masyarakat majemuk seperti diIndonesia adalah syarat mutlah bagi kelangsungan
kehidupan berbangsa. Kalau kerukunan itu tidak dapat diciptakan, maka
keberlangsungan kehidupan berkebangsaan suatu bangsa tidak akan bertahan lama.
Hal ini terutama bisa dilihat dari latar belakang sejarah budaya bangsa yang
sangat dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya adalah factor agama. Lima agama di dunia yang
diakui secara resmi di Indonesia
kini adalah agama-agama yang kehadirannya di Indonesia khususnya diwarnai oleh
suatu nilai histories yang panjang dalam kuasa-menguasai satu terhadap yang
lain. Karenanya, kecenderungan dipengaruhi warisan sejarah itu tidaklah mudah
bisa diabaikan. Dalam era Indonesia
kini hubungan antar agama menjadi masalah yang tidak bisa diabaikan dalam
lintas politik suatu bangsa. Walaupun dalam pandangan perbedaan agama pada
dasarnya tidak menghalangi hubungan antar umat yang akrab, baik secara pribadi,
keluarga atau kelompok, namun keridak bertanggung-jawaban manusia dalam
kepentingan pribadi maupun golongan perbedaan itu menjadi satu alasan dalam
memecah belah kehidupan dan kerukunan suatu suatu bangsa.
Kerukunan hidup beragama adalah suatu kondisi di mana
semua golongan agama bisa hidup bersama secara damai tanpa merusak atau
mempengaruhi hak dan kewajiban kebebasan masing-masing untuk menganut dan
melaksanakan nilai agamanya. Kerukunan ini dimaksudkan bukan berarti penganut
agama yang satu tidak merasa perlu tetapi semuanya saling bersama memahami dan
menghendaki tenggang rasa yang benar. Kerukunan akan bisa tercapai apabila
setiap golongan agama memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan untuk maju
bersama” sehingga menerima satu perbedaan dan menghormati orang lain dengan
seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan, dan pola hidupnya menerima dan
menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk menganut keyakinan agamanya
sendiri.
Untuk menciptakan dan memelihara kerukunan, Buddha
memberikan pertunjuk dalam membawa kehidupan yang harmonis; yaitu (1) Metta
atau cinta kasih yang diwujudkan dalam perbuatan, tutur kata yang baik, serta
pola pikir dan pemikiran yang benar
dikehidupan sehari-hari, dengan memiliki itikat yang baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. (2) memberikan kesempatan kepada sesamanya untuk
ikut menikmati apa yang diperoleh secara benar atau halal, (3) di depan umum
maupun secara pribadi ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu
yang melukai persaan orang lain, (4) secara pribadi maupun dimuka umum juga
mempunyai pandangan yang bersifat membebaskan dari penderitaan dan membawanya
berbuat sesuai dengan kehidupan yang harmonis, tidak bertengkar karena
perbedaan dalam pandangan. (A.III,288-299).
Keberagaman suatu bangsa sekarang ini merupakan pewaris
turun temurun, tidak bermula dari pilihan yang bebas tetapi bagaimana
masyarakat dan pemerintahan membangun kehidupan beragama, berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan mengamankan kerukunan antar umat
beragama. Dalam konsep ini dikembangkan tiga kerukunan yaitu (1) kerukunan
interen umat beragama, (2) kerukunan antar umat beragama, (3) kerukunan antar
umat beragama dan pemerintahan yang baik. “Munculnya para Buddha adalah
kebahagiaan, pembabaran Dhamma sejati adalah kebahagiaan, kerukunan Sangha
adalah kebahagiaan, kedisiplinan mereka yang berada dalam persatuan adalah
kebahagiaan” (Dhp. 194).
Tri kerukunan hidup beragama merupakan landasan dalam
memperkokoh persatuan dan kesatuan suatu bangsa. Upaya yang dapat ditempuh oleh
umat Buddha dalam rangka menuju terciptanya dan kelestariaan tri kerukunan
hidup beragama adalah dengan meningkatkan kehidupan yang bermoral, etika bangsa
yang baik dalam agama Buddha disebut sila. Sila merupakan ajaran tentang hal
yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Secara
pribadi kaidah atau aturan, sila ini berlaku dalam kelompok, masyarakat,
berbangsa maupun berrnegara yang dapat menciptakan kerukunan.
Salah satu pendekatan yang kini dikembangkan untuk
memelihara kerukunan adalah meningkatkan komunikasi antar-pemuka agama
masing-masing, menyelenggarakan dialog agar saling mengenal, saling memahami,
sehingga kesalahpahaman akan semakin berkurang. Berdialog disini dimaksudkan
adalah bentuk percakapan langsung antar dua orang yang mempunyai pandangan
berbeda untuk saling tukar informasi sehingga keduanya saling mengerti.
Tujuannya adalah pemahaman, komunikasi untuk menjebatani jurang ketidaktahuan
dan kesalahpahaman. Bukan maksudnya mencampuri agama lain, atau untuk
mengalahkan yang lain, menarik orang lain dari keyakinannnya yang dianut, atau
untuk mencapai kesepakatan pada nilai universal suatu agama.masing-masing pihak
berusaha untuk menerangkan doktrin, pemahaman dan pengalaman dalam pengembangan
iman sesuai agamanya secara rasional.
Dengan saling membuka diri, berbagai pikiran dan
pengalaman peserta dialog secara sukarela menerima, memahami dan memberi.
Perbedaan pendapat harus dihargai. Mengemukakan dan menaggapi suatu pendapat
dapat dilakukan dengan baik, tanpa menghina atau merugikan dan merendahkan, dan
memuji yang patut dipuji tanpa iri hati. Buddha menganjurkan penganut-Nya untuk
berkelompok mempelajari kebenaran bersama, tidak mempertengkarkannya, melainkan
secara cermat memperbandingkan makna demi makna, kalimat demi kalimat, demi
kebaikan dan kesejahteraan orang banyak (D.III, 127).
Kepada Mogggallana Buddha mengajarkan agar menhindari
pembicaraan yang bersifat provokatif atau memancing luapan emosional. Apabila
mengandung luapan emosional dan provokasi, akan menimbulkan banyak perdebatan,
apabila terjadi perdebatan, orang menjadi tegang, sehingga ia tidak akan
mengendalikan diri, karena tidak dapat mengendalikan diri, pikirannya akan jauh
dari konsentrasi (A.IV, 87). Sebagian besar orang yang tidak menyadari bahwa
dalam pertengkaran mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari
kebenaran ini, akan mengahkiri semua pertengkarannya (Dhp. 6).
E. Nilai historis kerukunan antar umat beragama.
Kerukunan hidup antar umat beragama secara histories
dapat dibuktikan bahwa agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi
kerukunan hidup antar umat beragama. Pengalaman sejarah agama Buddha
membuktikan bahwa dimana telah terbina kerukunan hidup antar umat beragama,
maka disana akan terwujud persatuan dan kesatuan bangsa. Kalau persatuan dan
kesatuan bangsa telah berhasil maka disana akan berhasil dibangun kerajaan
besar, yang adil, makmur dan sejahtera. Kerukunan hidup umat beragama ini akan
terbina moral, etika dan sila bangsa yang baik, dimana dalam hati nurani bangsa
tersebut, tumbuh budaya malu untuk berbuat jahat (Hiri) dan budaya takut akan
akibat dari perbuatan jahat (Ottappa).
Memahami arti penting kerukunan hidup antar umat beragama
ini akan memberikan kontribusinya bagi terwujudnya sebuah kerajaan yang adil
dan makmur, gemah ripah loh jinawi, yang diceritakan semasa kehidupan Sang
Buddha, Nigantha Nathaputha seorang guru besar dari sekte agama jaina yang
mengutus Upali seorang siswa yang cerdik, pandai dan terpengaruh di dalam
masyarakat untuk memperbincangkan dan berdialong tentang hukum karma. Setelah
mengadakan dialog yang cukup panjang, Upali ahkirnya sadar dan yakin akan
ajaran Buddha tentang hukum karma yang benar. Sehingga Upali memohon untuk
menjadi pengikut Sang Buddha. Sikap tolerasi Sang Buddha terhadap agama lain
cukup besar, maka kalau ada seseorang yang hendak masuk agama Buddha, Sang
Buddha sangat berhati-hati sekali menerimanya, agar jangan menimbulkan
ketidakrukunan. Tetapi dewasan ini dalam lalu lintas perpindahan agama, sering
menimbulkan terjadinya tabrakan, yang mengakibatkan terganggungnya kerukunan
antar umat beragama, hal ini yang perlu diwaspadai oleh umat Buddha.
Perkembangan suatu bangsa yang berhasil menciptakan dan
membina kerukunan hidup antar umat beragama dalam persatuan dan kesatuan bangsa,
bangsa tersebut akan berhasil dalam masa keemasan yang jaya antara lain seperti
kerajaan Mauriya di India, yang dipimpin raja Asoka. Sebagai fakta sejarah adalah
seorang raja yang memiliki keyakinan terhadap agama Buddha. Beliau sangat
terkenal dan benar-benar mengamalkan ajaran agama Buddha “cinta kasih dan kasih
sayang”. Berbagai bangunan social dibangunnya, baik untuk panti asuhan, anak
yatim piatu, orang jompo dan lainya. Raja Asoka di dalam menjalankan
pemerintahannya benar-benar menjaga tolerasi dan kerukunan hidup beragama,
semua agama yang hidup pada masa itu diperlakukan adil. Untuk mewujudkan
kerukunan hidup beragama, Raja Asika telah mencanangkan kerukunan hidup umat
beragama yang dikenal dengan “Prasasti Batu Kkalinga No. XXII Raja Asoka”, yang
isinya adalah; “….Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela
agama orang lain tanpa suatu dasar yang
kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar
tertentu. Dengan berbuat demikian kita telah membantu perkembangan agama kita
sendiri. Untuk perkembangannya selain menguntungkan agama orang lain namun
sebaliknya dengan demikian kita telah merugikan agama sendiri dan agama orang
lain. Oleh karena itu barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama
orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri
dengan berpikir; bagaimana aku dapat memulihkan agamaku sendiri. Dengan berbuat
demikian ia malah amat memuliakan agamaku sendiri. Oleh karena itu kerukunan
yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan
bersedia mendengarkan ajaran yang dianut orang lain”. Melalui prasasti Batu
Raja Asoka tersebut menunjukkan bahwa Raja Asoka telah mengamalkan dengan baik
ajaran cinta kasih dan menghimbau kepada semua rakyatnya untuk saling
menghormati dan mengharagi agama lain.
Pada zaman
keprabuan Majapahit di Indonesia
dibawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dan Mahapathi Gajah Mada. Telah berhasil
menghantarkan bangsa di Nusantara memasuki masa keemasan yang jaya, karena
kerukunan hidup bergama,
yaitu kerukunan hidup antar umat beragama Hindu dan Buddha, yang berhasil
mewujudkan persatuan dan kesatuan. Seorang pujangga besar yang telah menyusun
karya sastra “Sutasoma”, yang didalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang
memiliki makna terdalam guna membina kerukunan persatuan dan kesatuan antar
umat beragama, yaitu “Siswa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangruwa” kalimat sakti tersebut sampai sekarang telah dijadikan motto atau
simbul Bhinneka Tunggal Ika di Lambang Negara Garuda Pancasila. Kemudian kedua
kerajaan itu runtuh disebabkan kerukunan hidup antar umat beragama persatuan
dan kesatuan tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga bangsa menjadi hancur
bercerai berai.
F. Kesimpulan.
Masalah kehidupan beragama merupakan permasalah yang
sangat peka, bahkan masalah yang paling peka diantara berbagai masalah sosial
yang lainya. Terjadinya permasalahan social akan menjadikan semakin rumit
apabila menyangkut masalah agama dan kehidupan beragama, mengingat
ber-bhineka-nya agama di Indonesia
khususnya. Karena kerukunan kehidupan antar umat beragama yang tercipta akan
memberi sumbangan bagi tegaknya ketahan nasional.
Umat Buddha yang berada di Negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila sebagai bentuk pandangan hidup bersama yang akan menjadi
dasar untuk mewujudkan kerukunan kehidupan beragama yang berpedoman kepada
ajaran Buddha yang penuh sikap tolerasi dan pengembangan cinta kasih. Sikap
tolerasi menjadikan hal yang penting dalam menghadapi suatu konversi atau
alih-agama. Jendral Siha, semula adalah penganut dan penunjang agama Jaina,
mengajukan permohonan untuk diterima sebagai upasaka. Namun Buddha Gotama
menganjurkan agar ia mempertimbangkan keputusan tersebut, mengingat pengaruh
dan kedudukan jendral itu sendiri. Sikap ini membuat Jendral Siha menjadi
semakin kagum kepada Buddha. Orang lain justru menginginkan dan mengumumkan
keseluruh negri kalau seorang jendral seperti dia menjadi pengikutnya
(Vin.I,236-237).
Tolerasi bukanlah suatu pilihan, suka atau tidak suka,
melainkan merupakan kewajiban moral dan etis penganut agama Buddha terhadap
penganut agama lain yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama,
itulah yang ditunjukkan oleh Raja Asoka. Upaya mewujudkan adanya kerukunan
antar umat beragama, dapat pula melalui jalan agree in disagreement, ia percaya
bahwa agama yang ia peluk itulah agama yang paling baik, dan diantara agama
satu dengan yang lainya, selain terdapat perbedaan juga terdapat persamaan. Biarlah
mereka hidup sejalan dalam menganut agama masing-masing. Semua agama tujuannya
adalah sama. Semua agama seperti sungai-sungai yang mengalir kesatu lautan.
Mengkin agama yang satu merupakan suatu kendaraan yang lebih sederhana daripada
yang lain, barangkali yang satu dapat dikiaskan dengan sebuah mobil, yang satu
sebuah kapal terbang, dan yang satunya lagi sebagai gerobak, tapi semuanya
itulah kendaraan, dan tidak perlu dipersoalkan apakah yang satu lebih sederhana
dari pada yang lainnya. Yang penting ialah tujuannya dan tujuan dari semua
agama itu sama saja. Berdasarkan itulah, maka saling menghargai, menghormati
yang timbulkan antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk yang lainnya
sehingga tercipta satu kondisi yang damai dalam kehidupan bersama.
Reffrensi :
Adi Suhardi, 1986, Hidup
Bahagia di dalam tolerasi, Dharmaduta Carika, Jakarta.
Cunda J Supandi, 1997,
Dhammapada, Karaniya, Jakarta.
Cornelis Wowor, 1996,
Kuliah Agama Buddha Untuk Perguruan Tinggi, Yasadari, Jakarta.
Jo Priastana, 2000, Buddha
Dharma Kontekstual, Yasodara Putri, Jakarta.
Krishnanda Wijaya-Mukti,
2003, Wacana Buddha-Dhamma, Ekayana Buddhis Centre, Jakarta. Moh. Rifai, 19984, Perbandingan
Agama, Wicaksana, Semarang.
Sri Dharmananda, 2002,
Keyakinan Umat Buddha, Karaniya, Jakarta.
……, 2003,
Konsep Strategi Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama Buddha Di Indonesia, Dirjed
Bimas Hindu dan Buddha, Jakarta.
UNTUK SAHABATKU
Sahabatku………….
Dalam
musim kali ini tak banyak memberi harapan
Karena
tak banyak tuntutan
Aku
hanyalah diam dalam seribu bahasa
Termenung
dalam lamunan yang lagi merana
Sembil
tak henti ku pandangi tetesan air hujan diluar sana
Yang
tampak dari cela-cela jendela
Sahabatku…………..
Sebenarnya
aku selalu berbicara dengan diriku dalam
bayangan
Walaupun
hanyalah lewat sebuah cermin
Begitu
pula dengan air yang sedang jatuh kebumi itulah sang hujan
Dan
berbicara dengan sang malam yang kelam karena hatiku kesepian
Namun
disanalah aku temukan sebuah makna kehidupan
Dalam
setiap kesunyian yang ku alami
Aku
teringat akan dirimu dilubuk hati
Engkau
yang selalu membuatku tak mengerti
Dan………kau
juga yang membuatku pahami sebuah arti
Di
suatu saat ini……….
Engkau
begitu peduli
Kau
berikan ketenangan dalam hati yang sunyi
Dan
membuatku tersenyum, tertawa dalam sanubari
Begitu
pula engkau berusaha selalu untuk melindungi
Tapi………..disaat
yang lain
Engkau
begitu angkuh, sombong, dan dingin
Sehingga
membuatku tak yakin
Pada
dirimu yang selalu mencurahkan segala
perhatian
Namun
seperti saat ini
Ku
ingin kau tahu kerinduan, kesepian, dan harapan hati
Ku
ingin kau datang dengan senyuman
Bersama
dalam makna persahabatan
Dalam
keceriaan yang tak pernah membawa beban
Sahabatku………….
Ingin
rasanya ku dengar kata-katamu yang dulu
Yang
selalu kau ucapkan saat aku bahagia dengan mu
Saat
aku sedih kau hibur dengan nyanyian merdu sebuah lagu
Kata-kata
yang ceriah dalam sebuah kalbu
Dan
memberikan ketegaran dalam keputusasaan yang hampir membeku
Namun
kini perlu kau tahu
Aku
akan selalu bersama menjadi teman dalam hidupmu
Aku
akan menjadi sahabat saat apapun dan dimanapun kita tetap bersatu
Meskipun
semua itu tak seperti harapanku
Kini
agar kamu tahu, mengerti ungkapan isi hatiku
Bahwa
aku tetap menyayagimu
Dan
menunggu selalu jawaban kepastian darimu
****
Sujayanto ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar