Selasa, 20 November 2012

perkawinan menurut agama buddga



perkawinan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Lelar Belakang
    

Ajaran Buddha tidak ada kewajiban harus melakukan kegiatan dengan ritual yang mutlak semua tergantung dengan situasi dan kondisi. Bermasyarakat yang baik perlu menjalankan adat yang  baik, salah satunya contoh ritual adat perkawinan, kematian, dan lain-lain. Beragam agama di Indonesia yang membuat banyak pemikiran apa yang dilakukan dalam melakukan  hal yang sakral
.
     Perkawinan merupakan suatu yang sakral namun tidak bersifat wajib seperti dalam agama lain karena merupakan suatu pilihan. Upacara pernikahan mempunyai tujuan untuk mencari kebahagian yang bersifa duniawi namun tyak menutup kemungkinan juga bisa mencapai kebahagiaan mutlak( Nibbana). Ritual bertujuan untuk mengondisikan batin seseorang agar mantap dalam menjalankan apa yang dikehendaki.

     Agar tercapai hubungan yang baik dalam perkawinan sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut sehingga tidak terjadi penyesalan dalan kehidupan yang akan dijalani kedepan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut: (1) Samma Saddha, Samma Sila, Samma Cagga, Samma Panna namun pada kenyataannya tidak sesuai apa yang diharapkan karena ada kurang setujunya dalam melakukan ritual pernikahan











B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat kita ketahui masalah yang tumbul di atas tersebut sebagai berikit:
1.      Apakah pengertian perkawinan menurut agama buddha?
2.      Bagaimana upacara perkawinan dalam pandangan Buddhis?
3.      Hal-hal apa  yang harus diperhatikan dalam melakukan ritual pernikahan dalam agama Buddha?





C. Tujuan
Memberikan pemahaman yang baik kepada para mahasiswa/i mengenai pernikahan pernikahan yang ada dalam agama buddha.




D. Manfaat
Semoga dengan selesainya makalah pernikahan dalam agama buddha ini kita semua khusus mahasiswa/i STIAB Jinarakkhita dan masyarakat pada umumnya mengerti tentang pernikahan dalam agama buddha yang sesunguhnya.





   
BAB II
PEMBAHASAN


A.Pengertian Perkawinan

     Perkawinan merupakan suatu pilihan dan bukan kewajiban,artinya seseorang dalam menjalani kehidupanya boleh memilih hidup berumah tangga atau pun hidup sendiri. Di dalam agama Buddha,hidup berumah tangga atau tidak adalah sama saja,artyinya sang Buddha tidak melarang umat Buddha untuk hidup berumah tangga maupun hidup sendiri menjadi seorang samana semua itu tergantung dari umat itu sendiri. Yang terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat hidup berumah tangga,maka hundaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya serta ia harus melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Dalam menguraikan tujuan hihup manusia,di sebut salah satunya adalah tentang adanya pencapaian kebahagian di dunia. Dengan demikian,pasti ada cara untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup berumah tangga,pasti adapula petunjuk dan cara-cara mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan baik,mempertahankan komunitas serta menjadi suami istri yang berguna bagi keluarga itu sendiri.
Menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974,   pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumahtangga) kekal dan bahagia selamanya.
Pernikahan adalah suatu ikrar atau janji yang sakrar antara seorang pria dan seorang wanita Kedua pasangan mempunyai komitmen dan tidak melanggar sila.Secara sadar pasangan saling mencintai dan saling menghormati.





B. Syarat-syarat perkawinan

 Syarat-syarat perkawinan dalam agama buddha sebagai berikut:(1)Samma Saddha, (2)  Samma Sila, (3) Samma Caga, (4) Samma Panna.
1.         samma sadha ( keyakinan ) sadha bukan hanya berarti harus             sama dalam agama,     tetapi merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membantu pola hidup.
2.         samma sila ( kemoralan ),di dalam mengembangan kepribadian yang lebih luhur,setiap       angota keluarga hendaknya juga dilengkapi kemoralan.dalam kehidupan untuk menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam hidup mermasyarat
3.          samma caga ( kedermawanan ) caga bukan  hanya berarti berdana tetapi adalah     seseorang yang mempunyai jiwa tanpa  beban,jiwa lepas,tidak tergantung dan tidak       melekat. Bagi orang orang murah hati pasti akan lebih mampu memilih metta karuna      mudita dan upekka.orang yang murah hati batinnya tidak ada hambatan dan sesalu          bahagia sehingga akan memudahkan untuk pengembangan batin yang lainya. Dengan        memiliki memiliki kedermawan kita mengerti arti cinta yang sesungguhnya adalah             memberi segala sesuatu yang kita miliki demi kebahagiaan orang yang kita cintai dengan            iklas dan tanpa syarat. Selama sifat ini belum rertanam baik di dalam pikiran setiap         pasangan maka masalah pasti akan selalu muncul.
4.         samma panna kebijaksanaan harus ada agar di dalam menghadapi masalah setiap    pasangan memiliki wawasan yang sama.dengan adanya persamaan tersebut maka setiap      masalah akan cepat terselesaikan. Kesamaan yang di maksud tentu sesuai denga buddha     damma. Buddha damma telah mengajarkan bahwa hidup iniberisikan tetidak   puasan,penyebab ketidakpuasan itu adalah keinginan kita yang tidak terkendali. Jika        seseorang seseorang dapat mengendalikan keinginannya maka ketidak puasan tersebut      akan cepat di selesaikan. Lalu damma memberikan kita jalan untuk mengendalikan dan           mengatasi keinginan. Dengan melaksanakan hidup sesuai damma kebahagiaan akan di dapat.



C. Tata cara perkawinan dalam agama Buddha

       Pandita Lokapalasraya menanyakan kesediaan kedua calon mempelai untuk saling mengikat diri dalam perkawinan dan menanyakan tentang kesediaan masing-masing orang tua kedua mempelai untuk menerima pasangan putra-putrinya.
Kedua calon mempelai memasuki ruang bhaktisala disambut dengan bunyian gong dan tambur sebagai tanda suka cita,kedua mempelai berjalan perlahan menuju altar.Seorang pembantu pandita memayungi kedua mempelai dan seorang pembantu yang lain menabur bunga dan beras kuning di atas payung dan di iringi lagu “Selamat datang mempelaiku”Tiba di depan altar,kedua calon mempelai bernamaskara di depan altar suci Sang Buddha sebanyak tiga kali.Pembantu pandita menyalakan dupa dan di berikan kepada kedua calon mempelai,untuk kemudian di persembahkan di altar sanghyang Adi Buddha.  Kedua calon mempelai bersama-sama mengucapkan janji untuk saling setia dan mentaati sila ke-3 (Kamesumicacara). Kedua calon mempelai saling bertukar cincin,kemudian pembantu pandita mengikatkan pita kuning dan pengrudung kain kuning kepada kedua calon mempelaiKemudian pandita Lokapalasraya mengartikan arti simbolis hal-hal tersebut,sekaligus arti pernikahan atau perkawinan di dalam agama Buddha. (1). Pandita menyalakan lilin, dupa dan memimpin namaskara. (2) Kata pengantar singkal dari pandit( 3).Pandita bertanya kepada masina-masing mempelai,apakah      pernikahan ini bebas dari  paksaan.(4) Setelah keduanya memberi jawaban dengan baik Pandita menegaskan pernikahaan tersebut:Setelah mendengar janji saudara berdua,maka dengan ini saya menyatakan pernikahan antara saudara ……..dan saudari............adalah SAHSemoga sang triratna memberkahi anda berdua.Pembacaan parita pemberkahan: (a) Vandana, (b) Tisarana, (c) Culla mangala cakkavala gatha, (d) So-,sa-,te,atthaladdha, (e) Sumangala gatha 1







BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
           
Bahwasanya perkawinan merupakan suatu pilihan dan bukan kewajiban,artinya seseorang dalam menjalani kehidupanya boleh memilih hidup berumah tangga atau pun hidup sendiri. Di dalam agama Buddha,hidup berumah tangga atau tidak adalah sama saja,artyinya sang Buddha tidak melarang umat Buddha untuk hidup berumah tangga maupun hidup sendiri menjadi seorang samana semua itu tergantung dari umat itu sendiri. Selain itu juga di dalam suatu perkawinan juga ada syarat dan tatacara yang harus dilakukan dalam agama Buddha agar pernikahan itu di katakana baik dan benar berdasarkan berdasarkan agama Buddha.
B. Saran
   Setiap hubungan yang terjadi mengharapkan kebahagiaan, perkawinan bagi umat perumah tangga merupakan hal yang diinginkan untuk mewujudkan kebahagiaan namun kenyataannya setelah melakukan ritual perkawinan sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai umat Buddhis yang mengerti ajaran agama buddha hendaknya saling mengerti dan saling memahami antara pasangannya.

    













DAFTAR PUSTAKA


Wowor Cornelis MA, tahun 2004




http:/www.Buddhistonline.com/Tanya/td 15.stitml


http://www.kalyana dhamo’s/artikel 29 html



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar