BAB I
PENDAHULUAN
A.
Lelar Belakang
Ajaran Buddha tidak ada kewajiban harus melakukan
kegiatan dengan ritual yang mutlak semua tergantung dengan situasi dan kondisi.
Bermasyarakat yang baik perlu menjalankan adat yang baik, salah satunya contoh ritual adat perkawinan,
kematian, dan lain-lain. Beragam agama di Indonesia yang membuat banyak
pemikiran apa yang dilakukan dalam melakukan hal yang sakral
.
Perkawinan
merupakan suatu yang sakral namun tidak bersifat wajib seperti dalam agama lain
karena merupakan suatu pilihan. Upacara pernikahan mempunyai tujuan untuk
mencari kebahagian yang bersifa duniawi namun tyak menutup kemungkinan juga
bisa mencapai kebahagiaan mutlak( Nibbana).
Ritual bertujuan untuk mengondisikan batin seseorang agar mantap dalam menjalankan
apa yang dikehendaki.
Agar
tercapai hubungan yang baik dalam perkawinan sebaiknya memperhatikan hal-hal
sebagai berikut sehingga tidak terjadi penyesalan dalan kehidupan yang akan
dijalani kedepan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
(1) Samma Saddha, Samma Sila, Samma Cagga, Samma Panna namun pada kenyataannya
tidak sesuai apa yang diharapkan karena ada kurang setujunya dalam melakukan
ritual pernikahan
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat kita
ketahui masalah yang tumbul di atas tersebut sebagai berikit:
1. Apakah pengertian perkawinan menurut agama buddha?
2. Bagaimana upacara perkawinan dalam pandangan
Buddhis?
3.
Hal-hal
apa yang harus diperhatikan dalam
melakukan ritual pernikahan dalam agama Buddha?
C. Tujuan
Memberikan
pemahaman yang baik kepada para mahasiswa/i mengenai pernikahan pernikahan yang
ada dalam agama buddha.
D. Manfaat
Semoga
dengan selesainya makalah pernikahan dalam agama buddha ini kita semua khusus
mahasiswa/i STIAB Jinarakkhita dan masyarakat pada umumnya mengerti tentang
pernikahan dalam agama buddha yang sesunguhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Perkawinan
Perkawinan
merupakan suatu pilihan dan bukan kewajiban,artinya seseorang dalam menjalani
kehidupanya boleh memilih hidup berumah tangga atau pun hidup sendiri. Di dalam
agama Buddha,hidup berumah tangga atau tidak adalah sama saja,artyinya sang
Buddha tidak melarang umat Buddha untuk hidup berumah tangga maupun hidup
sendiri menjadi seorang samana semua itu tergantung dari umat itu sendiri. Yang
terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat
hidup berumah tangga,maka hundaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya
serta ia harus melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Dalam
menguraikan tujuan hihup manusia,di sebut salah satunya adalah tentang adanya
pencapaian kebahagian di dunia. Dengan demikian,pasti ada cara untuk mencapai
kebahagiaan dalam hidup berumah tangga,pasti adapula petunjuk dan cara-cara
mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan
baik,mempertahankan komunitas serta menjadi suami istri yang berguna bagi
keluarga itu sendiri.
Menurut Undang-Undang No.1 tahun
1974, pernikahan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk sebuah keluarga (rumahtangga) kekal dan bahagia selamanya.
Pernikahan adalah suatu ikrar atau
janji yang sakrar antara seorang pria dan seorang wanita Kedua pasangan
mempunyai komitmen dan tidak melanggar sila.Secara sadar pasangan saling
mencintai dan saling menghormati.
B. Syarat-syarat perkawinan
Syarat-syarat perkawinan dalam agama buddha
sebagai berikut:(1)Samma Saddha, (2)
Samma Sila, (3) Samma Caga, (4) Samma Panna.
1.
samma
sadha ( keyakinan ) sadha bukan hanya berarti harus sama dalam agama, tetapi
merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membantu pola hidup.
2.
samma
sila ( kemoralan ),di dalam mengembangan kepribadian yang lebih luhur,setiap angota keluarga hendaknya juga dilengkapi
kemoralan.dalam kehidupan untuk menjaga ketertiban
serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam hidup mermasyarat
3.
samma caga ( kedermawanan ) caga bukan hanya berarti berdana tetapi adalah seseorang yang mempunyai jiwa tanpa beban,jiwa lepas,tidak tergantung dan tidak melekat. Bagi orang orang murah hati pasti
akan lebih mampu memilih metta karuna mudita
dan upekka.orang yang murah hati batinnya tidak ada hambatan dan sesalu bahagia sehingga akan memudahkan untuk
pengembangan batin yang lainya. Dengan memiliki
memiliki kedermawan kita mengerti arti cinta yang sesungguhnya adalah memberi segala sesuatu yang kita
miliki demi kebahagiaan orang yang kita cintai dengan iklas dan tanpa syarat. Selama sifat ini belum rertanam
baik di dalam pikiran setiap pasangan
maka masalah pasti akan selalu muncul.
4.
samma
panna kebijaksanaan harus ada agar di dalam menghadapi masalah setiap pasangan memiliki wawasan yang sama.dengan
adanya persamaan tersebut maka setiap masalah
akan cepat terselesaikan. Kesamaan yang di maksud tentu sesuai denga buddha damma. Buddha damma telah mengajarkan bahwa
hidup iniberisikan tetidak puasan,penyebab
ketidakpuasan itu adalah keinginan kita yang tidak terkendali. Jika seseorang seseorang dapat mengendalikan
keinginannya maka ketidak puasan tersebut akan
cepat di selesaikan. Lalu damma memberikan kita jalan untuk mengendalikan dan mengatasi keinginan. Dengan
melaksanakan hidup sesuai damma kebahagiaan akan di dapat.
C.
Tata cara perkawinan dalam agama Buddha
Pandita Lokapalasraya
menanyakan kesediaan kedua calon mempelai untuk saling mengikat diri dalam
perkawinan dan menanyakan tentang kesediaan masing-masing orang tua kedua mempelai untuk menerima
pasangan putra-putrinya.
Kedua calon mempelai memasuki ruang bhaktisala disambut dengan bunyian
gong dan tambur sebagai tanda suka cita,kedua mempelai berjalan perlahan menuju
altar.Seorang pembantu pandita memayungi kedua mempelai dan seorang pembantu
yang lain menabur bunga dan beras kuning di atas payung dan di iringi lagu
“Selamat datang mempelaiku”Tiba di depan altar,kedua calon mempelai
bernamaskara di depan altar suci Sang Buddha sebanyak tiga kali.Pembantu
pandita menyalakan dupa dan di berikan kepada kedua calon mempelai,untuk
kemudian di persembahkan di altar sanghyang Adi Buddha. Kedua
calon mempelai bersama-sama mengucapkan janji untuk saling setia dan mentaati
sila ke-3 (Kamesumicacara). Kedua calon mempelai saling bertukar
cincin,kemudian pembantu pandita mengikatkan pita kuning dan pengrudung kain
kuning kepada kedua calon mempelaiKemudian pandita Lokapalasraya mengartikan
arti simbolis hal-hal tersebut,sekaligus arti pernikahan atau perkawinan di
dalam agama Buddha. (1). Pandita menyalakan lilin, dupa dan memimpin namaskara.
(2) Kata pengantar singkal dari pandit( 3).Pandita bertanya kepada
masina-masing mempelai,apakah
pernikahan ini bebas dari
paksaan.(4) Setelah keduanya memberi jawaban dengan baik Pandita menegaskan pernikahaan
tersebut:Setelah mendengar janji saudara berdua,maka dengan ini saya menyatakan
pernikahan antara saudara ……..dan saudari............adalah SAHSemoga sang
triratna memberkahi anda berdua.Pembacaan parita pemberkahan: (a) Vandana, (b) Tisarana, (c) Culla mangala cakkavala gatha, (d) So-,sa-,te,atthaladdha, (e) Sumangala gatha 1
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bahwasanya perkawinan merupakan
suatu pilihan dan bukan kewajiban,artinya seseorang dalam menjalani kehidupanya
boleh memilih hidup berumah tangga atau pun hidup sendiri. Di dalam agama
Buddha,hidup berumah tangga atau tidak adalah sama saja,artyinya sang Buddha
tidak melarang umat Buddha untuk hidup berumah tangga maupun hidup sendiri
menjadi seorang samana semua itu tergantung dari umat itu sendiri. Selain itu
juga di dalam suatu perkawinan juga ada syarat dan tatacara yang harus
dilakukan dalam agama Buddha agar pernikahan itu di katakana baik dan benar
berdasarkan berdasarkan agama Buddha.
B. Saran
Setiap hubungan yang terjadi
mengharapkan kebahagiaan, perkawinan bagi umat perumah tangga merupakan hal
yang diinginkan untuk mewujudkan kebahagiaan namun kenyataannya setelah
melakukan ritual perkawinan sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai
umat Buddhis yang mengerti ajaran agama buddha hendaknya saling mengerti dan
saling memahami antara pasangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Wowor
Cornelis MA, tahun 2004
http:/www.Buddhistonline.com/Tanya/td
15.stitml
http://www.kalyana
dhamo’s/artikel 29 html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar