Jumat, 27 April 2012

lintasa sejarah hindu buddha



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Secara historis agama Buddha lahir dan berkembang dilingkungan agama Hindu di India. Pada awalnya upacara keagamaan (ritual) sebagaimana yang dianjurkan kitab-kitab Weda tidaklah mendapat tempat dalam pandangan agama Buddha. Hal ini dapat dimengerti karena upacara keagamaan (ritual) yang dimaksud tidak dapat dilepaskan dari pengorbanan.


Upacara keagamaan tersebut menurut pemikiran aliran Sankhya dinilai memiliki tiga kelemahan; tidak murni karena banyak mengorbankan (menyembelih) binatang korban, menghancurkan kehidupan mahluk, dan mendorong perasaan lebih superior dan inferior. Dalam sejarah keagamaan India Bhagavagita memberikan arah kepada filsafat agama Hindu. Dasar dari Gita terletak pada filsafat tingkah laku dan pemujaan kepada Vasudeva Krisna.

Masyarakat awam sebagai suatu kelompok atau kelas masyarakat beragama Buddha yang lahir sekitar satu abad setelah wafatnya Buddha, hal-hal pokok untuk dapat terbentuknya masyarakat awam dalam agama Buddha adalah belindung kepada Triratna yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha, melaksanakan pancasila, dan mendengarkan khotbah Dhamma.

Agama Buddha sebagaimana terlihat dari Pali Nikaya keseluruhannya didasarkan pada prinsip-prinsip sila. Tujuan yang diajarkan Buddha adalah menghentikan penderitaan (Dukkha). Kebebasan tersebut diperoleh bukan melalui doa atau pemujaan, melainkan tingkah laku yang benar dan bijaksana.
Pembebasan didapatkan tergantung dari pengabdian dan kekhusukan orang yang berdoa. Hal yang demikian tidak kita dapatkan pada awal agama Buddha. Apa yang dinasehatkan oleh Buddha sebelum wafat adalah tetap berpegang pada Dhamma dan Vinaya. Mengenai peristiwa ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi evolusi dari pandangan asli agama Buddha Mahayana sebagai pengaruh agama Hindu selama berabad-abad.

Pandangan Mahayana menjadi populer dengan aspek-aspek pengabdian (bakti) mengikuti tradisi Hindu. Satu hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dalam pandangan Mahayana, para Bodhisatva senantiasa bersemayam dalam orang-orang yang berbuat baik dan memberikan pahala kepada mereka yang didalam hatinya berkembang Bodhi (ke-Buddha-an).

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penyusun dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengaruh agama Hindu terhadap agama Buddha?
2.      Bagaimana sejarah agama Buddha dan agama Hindu?
3.      Mengapa upacara keagamaan (ritual) yang dianjurkan kitab-kitab Weda tidak mendapat tempat dalam pandangan agama Buddha?
C.     Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan mengerti tentang Lintasan Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu. Dan memberikan pemahaman kepada masyarakat luas pada umum dan umat Buddha pada khususnya. Dengan menbaca hasil makalah ini pembaca dapat menjelaskan apa itu Lintasan Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu sehingga pembaca dapat menularkan pengetahuannya yang didapatkan kepada orang lain.

D.    Manfaat
Memberikan wawasan dan pemahaman kepada pembaca tentang Lintasan Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu setelah membaca hasil makalah ini. Dan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH AGAMA BUDDHA

Buddha adalah hasil perenungan Sidharta Gautama yang kemudian dikenal sebagai Buddha. Buddha Lahir 563 S.M. dari Raja Sudhodana kerajaan Kosalla di Kapilawastu. Tahun 531 Sidharta Gautama mendapatkan pencerahan dari hasil perenungan dan pengalamannya.(yang akhirnya dinamakan sang Buddha /Orang yang tercerahkan).
Ajaranya dinamakan Trsna (menindas nafsu) dengan cara 8 jalan (astavidha)dan Triratna. Kitab sucinya: Tripitaka, yang terdiri dari:
-          Winayapitaka
-          Sutrantapitaka
-          Abdidarmapitaka.
Buddha mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Raja Ashoka (273- 232 S.M.)
Dalam perkembangannya budha menjadi 2 aliran yaitu :

1.      Mahayana (kendaraan besar) : harus memikirkan orang lain / bersikap terbuka.
2.      Hinayana (kendaraan kecil) :pentingnya diri sendiri untuk mencapai nirwana /bersikap tertutup.









B.     SEJARAH AGAMA HINDU

Sejarah Agama Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah (iran/persia/afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan mendesak penduduk asli yaitu suku Dravida. Bangsa /suku Arya bergerak terus dan menyebar kearah tenggara dan memasuki daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah tersebut terjadilah asimilasi budaya yang akhirnya melahirkan kebudayaan Hindu/sindu. Kata Hindu berasal dari kata Sindu/ Sind. Dimana kebudayaan Arya dan Dravida telah menyatu, dilafalkan dalam bahasa persia sebagai Hindi, dan Orang latin /yunani menamainyaIndi/India. Kepercayaan bangsa /suku Hindi/ hindu adalah Polytheisme (menyembah banyak Tuhan/ dewa). Namun pada dasarnya mereka menyembah 3 dewa utama yang disebut Trimurti, yaitu : Brahmana (pencipta alam semesta), Wisnu (pemelihara alam), dan Syiwa (menguasai kematian ,kehancuran dan peleburan).
Kitab yang dibuat oleh para resi (Mahaguru) bangsa Hindu dinamakan Weda/Veda. Yang terdiri dari Reg weda, Samaweda, Yay(j)urweda, Atharweda. Yang intinya berupa syair syair atau doa-doa serta pujian pada sanghyang widi.
Inti ajarannya yaitu bahwa manusia dalam keadaan samsara sebagai akibat perbuatan pada masa lalunya. Manusia harus ber-reinkarnasi untuk memperbaiki hidup dan mencapai Moksa dan masuk nirwana.

Kehidupan masyarakatnya menganut 5 bagian kasta yaitu:
1.      Brahmana : Para pemimpin agama/ biksu
2.      Ksatria : Para raja dan bangsawan
3.      Waisya : Para pengusaha /pedagang
4.      Sudra : Para petani dan pekerja kasa
5.       Paria :Gelandangan, pengemis dsb.(orang orang yang hina)







C.     LINTASAN SEJARAH AGAMA BUDDHA DAN AGAMA HINDU

Secara historis agama Buddha lahir dan berkembang dilingkungan agama Hindu di India. Mengenai hai ini Ny.Rhys Davids  Pada awalnya upacara keagamaan (ritual) sebagaimana yang menyatakan bahwa ajaran Buddha tidaklah bertentangan dengan ajaran Upanishad yang mengajarkan  kitab-kitab Weda tidaklah mendapat tempat dalam pandangan agama Buddha. Hal ini dapat bahwa Brahman memancar pada setiap pribadi (individu). Apa yang ditolak oleh Buddha adalah existensi dari pandangan tentang jiwa. dimengerti karena upacara keagamaan (ritual) yang dimaksud tidak dapat dilepaskan dari pengorbanan.

Upacara keagamaan tersebut menurut pemikiran aliran Sankhya dinilai memiliki tiga kelemahan; tidak murni karena banyak mengorbankan (menyembelih) binatang korban, menghancurkan kehidupan mahluk, dan mendorong perasaan lebih superior dan inferior. Dalam sejarah keagamaan India Bhagavagita memberikan arah kepada filsafat agama Hindu. Dasar dari Gita terletak pada filsafat tingkah laku dan pemujaan kepada Vasudeva Krisna. Masyarakat awam sebagai suatu kelompok atau kelas masyarakat beragama Buddha yang lahir sekitar satu abad setelah wafatnya Buddha, hal-hal pokok untuk dapat terbentuknya masyarakat awam dalam agama Buddha adalah belindung kepada Triratna yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha, melaksanakan pancasila, dan mendengarkan khotbah Dhamma. Agama Buddha sebagaimana terlihat dari Pali Nikaya keseluruhannya didasarkan pada prinsip-prinsip sila. Tujuan yang diajarkan Buddha adalah menghentikan penderitaan (Dukkha). Kebebasan tersebut diperoleh bukan melalui doa atau pemujaan, melainkan tingkah laku yang benar dan bijaksana.

Pembebasan didapatkan tergantung dari pengabdian dan kekhusukan orang yang berdoa. Hal yang demikian tidak kita dapatkan pada awal agama Buddha. Apa yang dinasehatkan oleh Buddha sebelum wafat adalah tetap berpegang pada Dhamma dan Vinaya. Mengenai peristiwa ini dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi evolusi dari pandangan asli agama Buddha Mahayana sebagai pengaruh agama Hindu selama berabad-abad. Pandangan Mahayana menjadi populer dengan aspek-aspek pengabdian (bakti) mengikuti tradisi Hindu. Satu hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dalam pandangan Mahayana, para Bodhisatva senantiasa bersemayam dalam orang-orang yang berbuat baik dan memberikan pahala kepada mereka yang didalam hatinya berkembang Bodhi (ke-Buddha-an).

1)  Bhagavadgita dan Bakti

Bhagavadgita diperkirakan bermula dari Upanishad dan mencapai puncaknya pada sekitar kelahiran ajaran Buddha dan Jaina. Kedua ajaran ini berkembang dengan pesat bersamaan dengan perkembangan Bhagavadgita. Bhagavadgita adalah tonggak sejarah dalam sejarah pemikiran agama filsafat yang spekulasif. Dasar-dasar ajaran dari Gita adalah filsafat laku (philosophy of action) serta pemujaan kepada Vesudeva Krisna. Hal ini memberikan gambaran bahwa penyusun Gita  ingin mengajak masyarakat meninggalka masyarakat meninggalkan pemikiran lain yang dapat mengotori masyarakat. Buddha juga menantang para sramana sebagai pemikir diluar Weda serta menekankan Sila. Perbedaan dengan Gita maka Buddha bersikap diam dalam masalah-masalah ketuhanan (theistik).
Gita menyebutkan Yogasastra dari Yogesvara. Namun Yoga disini bukanlah sistematik filsafat serta gipergunakan dalam banyak pengertian. Kadang berari abstraksi mental, kadang berarti keseimbangan batin dan juga sebagai sikap mental apabila segala sesuatu diabadikan kepada Tuhan. Dalam Gita digambarkan Sri Kresna (penjelmaan Dewa Vishnu) berdiri dihadapan Arjuna dan menyatakan kesiap-siagaan menyelamatkan diri dari angara murka. Pesan abadai itu terasa sangat mendalam oleh masyarakat Hindu. Masih banyak kesimpangsiuran karena ada yang berpendapat yang menyatakan bahwa Gita adalah produk pasca Buddha dan karenanya berisi pula pokok pikiran Buddha.

2)   Varna, Asrama dan Masyarakat Buddhis

Pembagian masyarakat berdasrkan 4 varna (brahmana, ksatria, weisya dan sudra) berakar dari jaman Weda. Pembagian itu menurut para ulama Hindu semula berdasarkan atas kelahiran dan bukan tingkat sosial atau status masyarakat. Buddha dalam khotbahnya mengkritik keadaan masyarakatnya. Buddha manyanggah kedudukan para Brahmana sebagai sebagai pemegang monopoli dalam peningkatan keadaan spritual atau batin seseorang maupun dalam mencapai pembebasan.
Agama Hindu mengajarkan bahwa hidup manusia itu terdiri dari 4 tingkat hidup (asrama) yang harus dijalani seorang laki-laki sejak lahir hingga usia tua; (1) Brahmacarya (tahap menjadi siswa), (2) Srhastha (tahap menjadi kepala rumah tangga), (3) Wanaprastha (menyepi dihutan, merenungkan hsl-hsl yang bersifat rohani) dan (4) Saannyasa (tahap penyangkalan, meninggalkan segala sesuatu, mengembara, sebagai pengemis/peminta-minta dan mempelajari Upanishad).
Mengenai hal ini dari peraturan kebhikkhuan yang ditetapkan oleh  Buddha bahwa untuk menjadi bhikkhu Sangha tidak perlu seseorang harus menunggu suatu tingkat tertentu sebagai yang terdapat dalam sistem asrama agama Hindu. Demikian pula kehidupan berumah tangga tetap dapat dimiliki oleh seseorang yang melaksanakan tingkat terakhir (Sannyasa). Namun hal ini harus ditinggalkan sama sekali oleh seorang Bhikkhu.



3)   Mahayana dan Bakti

Seluruh sistem Pali Nikaya didasarkan pada sila atau prinsip-prinsip etika. Seseorang dalam mencapai pembebasan sepenuhnya tergantung pada usaha yang dilakukannya dan bukan melalui doaatau pemujaan, melalui pemajuan-pemajuan batin yang benar serta kebijaksanaan. Dari segi ini dapat dikatakan bahwa ajaran Buddha adalah ajaran pembebasan dengan laku. Buddha mempunyai hubungan yang dekat dengan para siswa sebagai Sakyamuni Buddha yang merupakan Guru (Satta).

Naskah-naskah agama Buddha yang mulai ditulis 3 atau 4 abad kemudian memperlihatkan perubahan dari konsep aslinya. Mahayana memandang Buddha menurut pandangan baru sebagai perwujudan yang dikirim ke dunia oleh Adi Buddha untuk mengajarkan Dharma dan menyelamatkan manusia dari keangkamurkaan. Buddha mulai dipuja agar dapat membimbing kearah pembebasan. Kitab-kitab Saddharmapundarika, Gandavyuha dan sutra-sutra lain melukiskan tentang hal ini. Sejak itu usaha mencapai pembebasan berdasarkan pada bhakti dan kebhaktian seseorang.
Mengenai pergeseran pemikiran tersebut oleh sementara sarjana diasumsikan karena pengaruh Hindu yang hidup berdampingan selama berabad-abad. Pandangan Mahayana menjadi populer dan bertambah kuat justru karena aspek kebhaktian. Sebagaimana diketahuin dalam pandangan Mahayana Boddhisatva menjadi ikut berperan untuk mewujudkan hal-hal yang baik berupa perbuatan menolong pihak atau orang lain dan menumbuhkan keadaan batin  dengan membangun unsur Boddhi.

4)   Pandangan Advaitisme
Agama Buddha Mahayana terdiri dari dua pandangan pokok falsafah;
a)      Madyamika
Filsafah Madyamika disistimatisir oleh Nagarjuna.salah seorang pemikir besar dari India. Apabila Buddha mengambil jalan tengah (Majjhima Patipada) serta menghidari dua pandangan ekstrim untuk mencapai tujuan. Maka Nagarjuna menafsirkan tengah (madya-mika) untuk mencapai tujuan pembebasan dengan mendasarkan kepada prajna (kebijaksanaan), yaitu pengetahuan tertinggi yang diperoleh dari memahami hakekat segala sesuatu yaitu Sunyata.
Bagi Nagarjuna, Sunyata adalah kata lain dari “paticcasamuppada” (hukum sebab musebab yang saling bergantungan). “Sarvam sunyam” yang mempunyai pengertian bahwa segala sesuatu adalah Sunya (kosong, hampa, tanpa isi). Prinsip dasar pandangan filsafat Nagarjuna yang lain adalah atativada, yaitu teori tidak tergantung pada sebab pada sebab yang mendahuluinya (non-orginated) dan juga tidak dapat dihancurkan (understroyed).
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa Gaudapada, seorang tokoh dari lima aliran Advaitisme (Hindu), begitu terpengaruh oleh metode argumentasi dari Nagaruna. Baik Madyamika maupun Advaita memiliki pandangan bahwa dunia luar bukan sebagai nyata. Argumen-argumen yang dikemukakan oleh Nagarjuna juga dipakai oleh Gaudapada untuk mempertahankan pandangannya.
b)      Yogacara
Adalah kelompok penting kedua dalam Mahayana yang lebih menekankan kepada masalah batin (mental). Kelompok ini tidak mengajukan keberatan apapun mengenai teori tidak bergantung (non origination), meskipun baik Madyamika maupun Yogacara berpendapat bahwa dunia ini tidak nyata. Seperti halnya Madyamika dan Gogacara, maka pandang Advaita
(Hindu) juga menerima ajaran maya. Seorang tokoh terkemuka  dari Advaita yaitu Sankaracarya, mempergunakan senjata teori illusi ini dalam menghadapi lawan pandangan yang berdasar pada realitas yaitu kelompok-kelompok Naiyayika  dan Vaisesika.

5)   Budha sebagai Avatara
Pandangan bahwa batin tertinggi bermanivestasi dalam segala macam bentuk telah mendorong terbentuk suatu pandangan pemikiran bahwa Tuhan yang satu dapat diidentifikasikan terdapat di dalam segala sesuatu di alam semesta. Pandangan ini juga mendorong lahirnya penjelmaan  yaitu Avatara. Avatara adalah penjelmaan Tuhan yang bertindak sebagai manusia dengan memiliki mujizat yang dimiliki oleh Tuhan. Mengenai Avatara ini banyak disebut dalam kitab-kitab Mahabhrata dan Purana.   
6)   Reformasi Sosial
Sejak upasaka/upasika diakui sebagai warga dari masyarakat yang beragama Buddha. Hal ini kemudian mempengaruhi sistem sosial maryarakat Hindu yang berdasarkan kasta. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Hindu yang disebabkan Ajaran Buddha ini telah dimanfaatkan tokoh-tokoh gama Hindu untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang pincang dengan adanya sistem kasta.
Tokoh-tokoh agama Hindu seperti Vemana (penulis) dan Basava (pembaharu) melaksanakan gerakan untuk menghapuskan sistem kasta. Mereka mendirikan aliran Virasaiva yang dikenal sebagai Lingayat yang sama sekali menentang superioritas masyarakat Brahmana. Guru-guru pemimpin agama juga mempergunakan azas persamaan derajat yang diperkenalkan dari ajaran Buddha untuk dilaksanakan dalam agama. Hal ini dilakukan misalnya oleh Kabir (penyair), Guru Nanak.
7)   Makanan Sayuranis (Vegetarianism)
Buddha tidaklan melarang para Bhikkhu untuk tidak memakan daging. Yang diajarkan adalah menasehati mereka untuk menghindari makan (daging) yang khusus disembelih untuk menghormati seorang. Raja Asoka adalah yang memproklamirkan dalam masa pemerintahannya untuk melindungi kehidupan binatang dan menghimbau rakyat untuk menghindarkan penyembelian binatang untuk hal yang tidak berguna dan upacara agama.
Para membaharu agama Hindu dan Jaina banyak menaruh dukungan terhadap kebijaksanaan Raja Asoka. Bahkan 3-4 abad kemudian, pada pemerintahan Raja Harsa Vardhana masih dirasakan pengaruh larangan untuk membunuh binatang untuk upacara agama. Faktor lain mendorong larangan sama sekali untuk makan daging dalam lingkungan agama Buddha dan menekankan pada makan sayuranis (Vegetarianis) adalah pengaruh aliran Bhakti dari agama Hindu, dimana pandangan bahwa Tuhan dijumpai dalam segala sesuata dan dalam segala sesuatu ada Tuhan. Pandangan ini secara ekstrim menghindari pembunuhan binatang dan merusak tanaman.
Dr.S. Radhakrishnan dalam kitabnya “Filsafal India” menyatakan bahwa ajaran Buddha telah meniggalkan bekas yang tidak dapat dihapuskan dalam kebudayaan India. Ajaran Hindu telah banyak mengambil hal yang baik mengenai Sila. Suatu penghargaan pada kehidupan, perlakuan yang baik kpada binatang, suatu tanggung jawab dan usaha meningkatkan nilai kehidupan telah membawa pemikiran India dengan kekuatan yang baru. Rasa teriama kasih perlu diberikan kepada ajaran Buddha, dengan pengaruh itu maka sistem ajaran Brahmana memperoleh perlingungan untuk sebagian Syiwa Buddha di Indonesia ajaran-ajarannya yang tidak tepat untuk kemanusia.
Mengenai hubungan agama Hindu dan Buddha yang terjadi pada abad 13 di indonesia menunjukan hal yang khusus. Di India sebelum abad 8 pernah ada pandangan bahwa Buddha adalah Avatara Dewa Wisnu. Hal ini dapat disimpukan bahwa ajaran Buddha adalah sekte agama Buddha. Tetapi perkembangan yang terjadi di Jawa Timur, dari kutb-kitab agama Buddha yang ada kita menjumpai pengertian baru dalam istilah “Syiwa-Budha” yang mempunyai pengertian yang bersifat theistik, dimana pada tingkat yang tinggi yang dapat dipikirkan manusia hakiki dari Syiwa maupun Buddha itu adalah satu.   








BAB III
PENUTUP



A.      Simpulan

 Buddha adalah hasil perenungan Sidharta Gautama yang kemudian dikenal sebagai Buddha. Sedangkan Sejarah Agama Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah (iran/persia/afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan mendesak penduduk asli yaitu suku Dravida. Bangsa /suku Arya bergerak terus dan menyebar kearah tenggara dan memasuki daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah tersebut terjadilah asimilasi budaya yang akhirnya melahirkan kebudayaan Hindu/sindu.
Mengenai hubungan agama Hindu dan Buddha yang terjadi pada abad 13 di indonesia menunjukan hal yang khusus. Di India sebelum abad 8 pernah ada pandangan bahwa Buddha adalah Avatara Dewa Wisnu. Hal ini dapat disimpukan bahwa ajaran Buddha adalah sekte agama Buddha. Tetapi perkembangan yang terjadi di Jawa Timur, dari kutb-kitab agama Buddha yang ada kita menjumpai pengertian baru dalam istilah “Syiwa-Budha” yang mempunyai pengertian yang bersifat theistik, dimana pada tingkat yang tinggi yang dapat dipikirkan manusia hakiki dari Syiwa maupun Buddha itu adalah satu.   

B.       Saran

Pendidikan sangatlah penting apalagi pada zaman modern saat. Dengan pendidikan seseorang dapat merubah daya pikir dan memiliki keterampilan sesuai dengan bidang masing-masing. Setelah pembaca membaca hasil makalah yang tentunya masih banyak kekurang ini tentunya memiliki sedikit gambaran tentang Lintasan Sejarah Agama Buddha dan Agama Hindu sehingga dapat ditularkan kepada masyarakat pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA


Abadi, kanya Dewi. 2003 sejarah perkembangan agama buddha: penerbit:  CV. Dewi kanya abadi










Tidak ada komentar:

Posting Komentar